Selasa, 17 Oktober 2017

Kontrol Kinetik dan Kontrol Dinamik serta Kurva Progres Reaksi

1.             Persyaratan Kinetik Reaksi
Reaksi yang dapat berlangsung tidak hanya karena mempunyai negatif. yang negatif memang suatu hal yang penting tapi bukan suatu persyaratan yang cukup untuk berlangsungnya suatu reaksi secara spontan. Sebagai contoh, reaksi antara H2 dengan O2 untuk menghasilkan H2O mempunyai negatif, tapi campuran H2 dan O2dapat disimpan pada suhu kamar selama berabad-abad tanpa adanya reaksi yang berarti.
Untuk terjadinya reaksi maka variabel energi bebas aktivasi G‡ harus ditambahkan. Situasi ini diilustrasikan dalam Gambar 5.2 yang merupakan profil energi untuk reaksi satu tahap tanpa spesies-antara. Dalam gambar seperti ini, absis menandai kemajuan reaksi. Gf ‡ adalah energi bebas aktivasi untuk reaksi maju.

Gambar 5.2 Profil energi bebas reaksi tanpa spesies-antara di mana produk energy bebas produk lebih rendah daripada energi bebas reaktan
Jika reaksi antara dua molekul atau lebih telah maju ke titik yang berkaitan dengan puncak kurva maka digunakan istilah keadaan transisi untuk posisi inti dan elektron spesies yang ada pada keadaan ini. Keadaan transisi memiliki geometri yang terbatas dan distribusi muatan tapi tidak memiliki keberadaan yang terbatas. Sistem pada titik ini disebut kompleks teraktivasi.
Di dalam teori keadaan transisi, starting material dan kompleks teraktivasi dipertimbangkan ada dalam kesetimbangan dengan tetapan kesetimbangan K‡. Menurut teori ini, semua kompleks teraktivasi terus berubah menjadi produk dengan kecepatan yang sama sehingga tetapan kecepatan reaksi hanya tergantung pada posisi kesetimbangan antara starting material dengan kompleks teraktvasi, yaitu nilai K‡. G‡ dihubungkan ke K‡ dengan persamaan.
G‡ = -2,3RT log K
sehingga suatu nilai G‡ yang lebih tinggi adalah disertai dengan suatu tetapan kecepatan yang lebih kecil. Kecepatan hampir semua reaksi meningkat dengan meningkatnya suhu karena penambahan energi dapat membantu molekul melewati rintangan energi aktivasi. Sejumlah reaksi tidak mempunyai energi bebas aktivasi sama sekali, berarti K‡ tidak terbatas dan hampir semua tumbukan mengarah kepada reaksi. Proses seperti itu dikatakan terkontrol difusi (diffusion-controlled). Seperti halnya GG‡ terbentuk dari komponen entalpi dan entropi.
G‡ = H‡ - TS
Entalpi aktivasi (H‡) adalah perbedaan energi ikatan (meliputi energi tegangan, resonansi dan solvasi) antara senyawa starting material dengan keadaan transisi. Di dalam kebanyakan reaksi, ikatan-ikatan telah putus atau putus secara parsial pada sesaan transisi tercapai; energi yang penting untuk hal ini adalah H‡. Adalah benar bahwa tambahan energi akan disuplai oleh pembentukan ikatan baru, tapi jika hal ini terjadi setelah keadaan transisi maka hal ini hanya dapat berpengaruhi pada dan bukan H‡.
Entropi aktivasi (S‡) yang merupakan perbedaan entropi antara senyawa starting material dengan keadaan transisi menjadi penting jika dua molekul yang bereaksi saling mendekati satu sama lain dalam suatu orientasi spesifik untuk terjadinya reaksi. Sebagai contoh, reaksi antara alkil klorida non-siklik sederhana dengan ion hidroksida menghasilkan alkena terjadi hanya jika dalam keadaan transisi, reaktan berorientasi seperti yang diperlihatkan. Bukan hanya OH- mendekati hidrogen tersebut tetapi hidrogen harus berorientasi anti terhadap klor.

Ketika dua molekul pereaksi bertabrakan, jika OH- akan mendekati atom klor atau dekat R1 atau R2, tidak ada reaksi yang dapat terjadi. Untuk terjadinya reaksi, molekul molekul harus melepaskan kebebasan yang dimiliki secara normal untuk menerima banyak susunan yang mungkin dalam ruang dan mengadopsi hanya satu yang mengarah kepada terjadinya reaksi. Jadi melibatkan penghilangan entropi, yakni S‡ adalah negatif.
Entropi aktivasi juga bertanggung jawab terhadap sulitnya penutupan cincin yang lebih besar daripada cincin beranggota enam. Untuk terjadinya reaksi penutupan cincin, dua gugus pada ujung rantai harus bertemu. Akan tetapi semakin banyak jumlah karbon maka semakin banyak pula konformasi yang mungkin, dan hanya sedikit dari konformasi tersebut yang ujung-ujungnya saling berdekatan. Jadi pembentukan keadaan transisi mengharuskan penghilangan entropi yang lebih besar.
Reaksi dengan spesies-antara adalah proses dua tahap (atau lebih). Di dalam reaksi ini ada dua keadaan transisi, kedua-duanya mempunyai energi yang lebih tinggi daripada spesies-antara. Di dalam Gambar 5.3a, puncak kedua adalah lebih tinggi daripada puncak pertama. Bertentangan dengan situasi dalam Gambar 5.3b. Di dalam suatu reaksi di mana puncak kedua lebih tinggi daripada puncak pertama, G‡ keseluruhan adalah lebih kecil daripada jumlah nilai G‡ untuk dua tahap. Minima di dalam diagram profil energi bebas berkaitan dengan spesies nyata yang mempunyai waktu hidup terbatas. Spesies ini meliputi karbokation, karbanion, radikal bebas, dan sebagainya; atau molekul dalam mana semua atom-atomnya mempunyai valensi normal. Di dalam salah satu hal, di bawah kondisi reaksi spesies-spesies tersebut tidak hidup lama (karena G2‡ kecil) tetapi dengan cepat berubah menjadi produk. Maksima dalam kurva tersebt tidak berkaitan dengan spesies nyata tetapi hanya kepada keadaan transisi dalam mana ikatan hampir putus dan/atau ikatan hampir terbentuk. Keberadaan keadaan transisi hanya sementara dengan waktu hidup sangat mendekati nol.

Gambar 5.3 (a) profil energi-bebas untuk reaksi dengan suatu spesies-antara. ∆G1 ‡ dan G2 ‡ masing-masing adalah energi bebas aktivasi tahap pertama dan tahap kedua. (b) Profil energi-bebas untuk suatu reaksi dengan suatu spesies antara dalam mana puncat pertama lebih tinggi daripada puncak kedua.

2.             Fakta kinetik
Kecepatan reaksi homogen adalah kecepatan hilangnya reaktan atau munculnya produk. Kecepatan hampir selalu berubah dengan berubahanya waktu karena kecepatan biasanya berbanding dengan konsentrasi dan konsentrasi reaktan berkurang dengan bertambahnya waktu. Akan tetapi kecepatan tidak selalu berbanding dengan konsentrasi semua reaktan. Dalam beberapa kasus, perubahan konsentrasi reaktan tidak menghasilkan perubahan kecepatan sama sekali; tapi dalam kasus yang lain, kecepatan dapat berbanding dengan konsentrasi zat-zat (katalis) yang bahkan tidak tampak dalam persamaan stoikiometri. Suatu studi tentang pengaruh reaktan terhadap kecepatan sering kali memberikan informasi yang baik tentang mekanisme.
Melalui pemilihan kondisi percobaan yang tetap maka orde suatu reaksi dapat ditentukan. Biasanya hal ini dapat dikerjakan dengan memvariasikan konsentrasi-awal salah satu pereaksi pada suatu waktu (biasanya variasi dalam rasio 1:2:4) dan selanjutnya dengan mengamati kecepatannya untuk melihat jika tetapan kecepatan tetap tak berubah. Perbedaan energi dan entropi aktivasi antara reaktan dengan kompleks teraktivasi dapat dihitung. Suatu studi sistematik tentang pengaruh substituen dan juga pelarut terhadap kecepatan reaksi seharusnya juga ditentukan karena hal ini memberikan informasi tentang bagian ion atau radikal reaksi. Akan tetapi diperlukan percobaan tambahan untuk pengelompokan seperti itu. Hal yang sama dengan pengaruh suatu katalis, pengotor, atau faktor lain yang terkait seperti efek gugus tetangga seharusnya juga diidentifikasi. Isolasi dan identifikasi produk adalah suatu yang paling penting.
Peranan reaksi balik dalam penentuan kecepatan reaksi dapat diuji malalui evaluasi efek tersebut terhadap kecepatan reaksi, dan hal ini dapat diamanati dengan cara memvariasikan konsentrasi produk. Dengan semua informasi ini maka hukum kecepatan reaksi dapat ditentukan.
Reaksi kimia sering kali terjadi dalam tahap yang secara individu mempunyai karakter yang sederhana. Untuk reaksi yang terjadi melalui lebih daripada satu tahap, selalu ada tahap yang lebih lambat daripada tahap yang lain. Produk reaksi yang dapat terbentuk tidak akan lebih cepat daripada tahap paling lambat dari rangkaian tahapan yang ada. Kecepatan reaksi dibatasi dan sama dengan kecepatan tahap ini. Secara konvensional, tahap ini disebut dengan tahap penentu kecepatan reaksi atau tahap lambat reaksi. Semua pereaksi yang terlibat dalam tahap ini akan tampak dalam pernyataan kecepatan reaksi. Pereaksi-pereaksi yang ada setelah tahap ini tidak akan tampak dalam hukum kecepatan reaksi. Sebagai contoh adalah sebagai berikut:


Hidrolisis t-butil bromida dalam aseton berair menjadi t-butil alkohol dan hidrogen bromida telah dikuti secara kinetik melalui titrasi hidrogen bromida dengan suatu larutan standar basa. Kecepatan tidak tergantung pada penambahan ion hidroksida. Reaksi berikut ditemukan berorde satu dan mengikuti hukum kecepatan sebagai berikut:

Hal ini memberikan petunjuk kepada mekanisme reaksi. Berdasarkan ilmu pengetahuan kimia maka dapat dipostulatkan urutan reaksi sebagai berikut:
Mekanisme yang dirumuskan di atas adalah yang mekanisme yang paling beralasan dan mempersyaratkan heterolisis ikatan C-Br dalam tahap penentu kecepatan reaksi. Setiap reaksi dinyatakan dengan persamaan stoikiometri dan setimbang. Produk yang terbentuk dalam tahap penentu kecepatan reaksi berbeda dari produk reaksi keseluruhan. Produk spesies-antara ini mengalami reaksi lebih lanjut membentuk produk stoikiometri. Akan tetapi tidak ada hubungan yang penting antara stoikiometri dengan hukum kecepatan reaksi. Brominasi aseton dalam dalam media basa (disebut reaksi bromoform) berhubungan dengan persamaan stoikiometri sebagai berikut:

Hukum kecepatan reaksi yang ditentukan secara eksperimen menyatakan bahwa yakni reaksi adalah reaksi orde dua adalah sebagai berikut:

Pernyataan ini menunjukkan bahwa reaksi adalah orde nol terhadap konsentrasi bromin. Oleh karena itu, reaksi dengan bromin hanya terjadi setelah tahap lambat dalam reaksi ini. Meskipun stoikiometri konsentrasi memperkirakan order reaksi lebih tinggi tapi faktanya hanya orde satu terhadap masing-masing aseton dan ion hidroksida. Tampak bahwa stoikiometri tidak mempunyai hubungan dengan hukum kecepatan reaksi.

3.             Persyaratan Termodinamik untuk Reaksi
Untuk terjadinya reaksi secara spontan, energi bebas produk harus lebih rendah daripada energi bebas reaktan, yakni harus negatif. Reaksi dapat saja berlangsung melalui jalan lain, tapi tentu saja hanya jika energi bebas ditambahkan. Seperti halnya air di atas permukaan bumi, air hanya mengalir ke bawah dan tidak pernah mengalir ke atas (meskipun air dapat dibawa ke atas atau menggunakan pompa), molekul-molekul mencari energi potensial yang paling rendah mungkin. Energi bebas terbuat dari dua komponen yaitu entalpi dan entropi S. Kuantitas tersebut dihubungkan dengan persamaan:
– TS
Perubahan entalpi dalam suatu reaksi terutama adalah perbedaan energi ikat (meliputi energy resonansi, tegangan, dan solvasi) antara reaktan dengan produk. Perubahan entalpi dapat dihitung dengan menjumlahkan semua energi ikatan yang putus, kemudian dikurangi dengan jumlah energi semua ikatan yang terbentuk, dan ditambahkan dengan perubahan energi resonansi, tegangan, atau energi solvasi. Perubahan entropi menyatakan ketidak teraturan atau kebebasan sistem. Semakin tidak teratur suatu system maka semakin tinggi entropinya. Kondisi yang lebih disukai di alam adalah entalpi rendah dan entropi tinggi; dan di dalam sistem reaksi, entalpi spontan menurun sedangkan entropi spontan meningkat.
Bagi kebanyakan reaksi, pengaruh entropi adalah kecil dan entalpi yang paling utama menentukan apakah reaksi dapat terjadi secara spontan. Akan tetapi dalam reaksi jenis tertentu, entropi adalah penting dan dapat mendominasi entalpi. Berikut ini akan dibicarakan beberapa contoh tentang hal tersebut.
1. Umumnya entropi cairan lebih rendah daripada gas karena molekul gas mempunyai kebebasan dan ketidak-teraturan yang lebih besar. Tentu saja padatan lebih rendah lagi. Suatu reaksi dalam mana semua reaktannya adalah cairan dan satu atau lebih produknya adalah gas, maka secara termodinamika lebih disukai karena entropi yang meningkat; konstanta kesetimbangan reaksi ini akan lebih tinggi daripada reaksi yang produknya tidak ada yang berupa gas.
2. Di dalam suatu reaksi di mana jumlah molekul produk sebanding dengan molekul reaktannya (contoh, A + B → C + D), pengaruh entropi biasanya kecil; tapi jika jumlah molekulnya meningkat (contoh, A → B + C), ada tambahan entropi yang besar karena jika lebih banyak molekul maka lebih banyak pula kemungkinan susunan dalam ruang. Reaksi di mana terjadi pemecahan molekul menjadi dua atau lebih bagian maka secara termodinamika lebih disukai karena faktor entropi. Sebaliknya, reaksi dalam mana jumlah molekul produk lebih sedikit daripada molekul reaktannya akan memperlihatkan penurunan entropi, dan dalam hal seperti itu maka harus ada penurunan entalpi yang besar juga untuk mengatasi perubahan entropi yang tidak diinginkan itu.
3. Meskipun reaksi di mana terjadi pembelahan molekul menjadi dua atau lebih adalah lebih disukai karena efek entropi, tapi banyak potensi reaksi pembelahan tidak terjadi karena peningkatan entalpi yang sangat besar. Sebagai contoh pembelahan etana menjadi dua radikal metil. Dalam hal ini satu ikatan 79 kkal/mol harus putus, dan tidak ada pembentukan ikatan untuk mengimbangi peningkatan entalpi ini. Akan tetapi etana dapat dipecah pada suhu tinggi, hal sesuai dengan prinsip entropi menjadi lebih penting dengan meningkatnya suhu, seperti yang tampak sangat jelas dari persamaan – TS. Suku entalpi tidak tergantung pada suhu, sedangkan suku entropi berbanding langsung dengan suhu mutlak.
4. Molekul rantai terbuka mempunyai entropi yang lebih besar daripada molekul lingkar karena lebih banyak konformasinya. Pembukaan cincin berarti penambahan entropi dan penutupan berarti pengurangan entropi.

4.             Kontrol Kinetik dan Kontrol Termodinamika
Ada banyak hal di mana suatu senyawa di bawah kondisi reaksi yang diberikan dapat mengalami reaksi kompotisi menghasilkan produk yang berbeda.

Gambar 5.4 memperlihatkan profil energi-bebas untuk suatu reaksi di mana B lebih stabil secara termodinamika daripada C (lebih rendah), tapi C terbentuk lebih cepat (G‡ lebih rendah).
Jika tidak ada satupun reaksi yang revesibel maka C akan terbentuk lebih banyak karena terbentuk lebih cepat. Produk tersebut dikatakan terkontrol secara kinetik (kinetically controlled). Akan tetapi, jika reaksi adalah reversibel maka hal tersebut tidak menjadi penting. jika proses dihentikan sebelum kesetimbangan tercapai maka reaksi akan dikontrol oleh kinetik karena akan lebih banyak diperoleh produk yang cepat terbentuk.
Akan tetapi jika reaksi dibiarkan sampai mendekati kesetimbangan maka produk yang akan dominan adalah B. Di bawah kondisi tersebut, C yang mula-mula terbentuk akan kembali ke A, sementara B yang lebih stabil tidak berkurang banyak. Maka dikatakan bahwa produk terkontrol secara termodinamik (thermodynamically controlled). Tentu saja Gambar 5.4 tidak menggambarkan semua reaksi dalam mana senyawa A dapat memberikan dua produk. Di dalam banyak hal, produk yang lebih stabil adalah juga merupakan produk lebih cepat terbentuk. Di dalam hal yang demikian, produk kontrol kinetik adalah juga produk kontrol termodinamika.

Beberapa reaksi kimia mempunyai kemampuan untuk menghasilkan lebih dari satu produk. Jumlah relatif dari produk yang dihasilkan lebih sering tergantung pada kondisi reaksi saat reaksi berlangsung. Perubahan pada jumlah reaktan, waktu, temperatur, dan kondisi yang lain dapat mempengaruhi distribusi pembentukan produk dari reaksi kimia tersebut.
Alasannya dapat dimengerti dari dua konsep penting yaitu:
1. Stabilitas relatif secara termodinamik dari produk yang dihasilkan.
2. Kecepatan relatif secara kinetik pada saat produk terbentuk.
Kinetika berkaitan kecepatan reaksi, termodinamika berkaitan dengan stabilitas intermediet atau produk yang terjadi. Reaksi karbonil merupakan contoh reaksi yang menarik untuk membahas control reaksi. Hal ini dikarenakan banyaknya produk yang bisa saja terbentuk jika tidak dikontrol secara ketat. Ini berkaitan dengan adanya “diverse reactivity” senyawa karbonil. Di satu sisi dia bisa berperilaku sebagai elektrofil, namun juga bisa bersifat nukleofil pada kondisi tertentu. Satu contoh misalnya pada reaksi Aldol, dengan 2 reaktan (A dan B) yang sama-sama mempunyai hidrogen alfa, maka kemungkinan reaksi yang terjadi: A + A, A + B, B + A, dan B + B. Artinya, selain adanya kondensasi silang, juga terdapat selfcondensation. Belum selesai masalah tersebut jika ternyata senyawa A ata B berupa molekul asimetri sehingga adanya 2 kemungkinan H alfa yang menghasilkan intermediet yang berbeda (regioselektivitas).
Kemoselektivitas dan regioselektivitas, merupakan faktor penting yang harus diperhitungkan dalam reaksi. Bagian kedua tentang pembahasan mengenai kontrol pada 2 self-condensation dan reaksi intramolekular. Bagian ketiga membahas kontrol pada kondensasi silang, dilakukan dengan 2 pendekatan yaitu:
i) menggunakan reaktan yang salah satunya tidak bisa mengalami enolisasi (cannot enolise),
ii) menggunakan equivalen enol spesifik.

Kemoselektivitas dan Regioselektivitas
Dalam reaksi dikenal istilah kemoselektivitas dan regioselektivitas. Kedua selektivitas tersebut dapat dikontrol dengan cara kinetika dan termodinamika. Kemoselektivitas adalah memilih untuk dapat mereaksikan salah satu gugus fungsional dari dua gugus yang berada pada satu molekul.
Contoh pada senyawa karbonil, yang bisa berperan sebagai nukleofil (sebagai enolat) dan juga elektrofil.

Regioselektivitas adalah memilih untuk dapat mereaksikan salah satu dari gugus fungsional yang sama pada satu molekul. Contoh keton asimetris, yang memiliki dua atom C alfa yang bisa berperan sebagai nukleofil.

Pengertian kinetik dan termodinamik enolat
Senyawa karbonil yang memiliki H alfa jika diperlakukan pada kondisi asam, akan membentuk enol, sedangkan pada kondisi basa membentuk ion enolat. Kondisi asam 3 termasuk kontrol termodinamik karena mengacu pada kestabilan intermediet (enol). Sedangkan kondisi basa, termasuk kontrol kinetik karena mengacu pada terbentuknya ion enolat yang berjalan cepat.
Perlakuan metil keton dengan LDA biasanya menghasilkan hanya lithium enolat pada sisi metil. Enolat ini terbentuk cepat, dan berikutnya dikenal dengan nama enolat kinetik. Alasan terbentuk cepat:
a. proton pada gugus metil adalah lebih asam
b. terdapat tiga H alfa pada sisi metil dibandingkan 2 H alfa pada sisi lainnya
c. terdapat hambatan sterik pada penyerangan LDA pada sisi lain dari gugus karbonil.

Contoh sederhana yaitu kondensasi antara pentan-2-on dengan butanal menghasilkan produk aldol kemudian mengalami dehidrasi menjadi enone (oct-4-en-3-on) dengan katalis asam. Reaksi ini dikenalkan oleh Gilbert Stork pada tahun 1974.

Enolat lithium kinetik ini stabil pada THF pada suhu –78 °C dalam waktu yang singkat, namun dapat disiapkan pada suhu ruangan dalam bentuk silil eter.


Jadi, dapat disimpulkan bahwa enolat kinetik adalah enolat yang terbentuk pada sisi keton yang kurang tersubstitusi.

Sedangkan enolat termodinamik yaitu enolat yang terbentuk pada sisi keton yang lebih tersubstitusi. Hal ini dapat dijelaskan yaitu sama seperti alkena, suatu enol atau enolat akan lebih stabil pada posisi yang lebih tersubstitusi. Contoh yang paling sukses dari enol silil termodinamik adalah 1-fenilpropan-2-on.

Rangkuman perbandingan enolat termodinamik dan kinetik:


1 komentar:

  1. Jadi, katalis termasuk kontrol kinetik atau termodinamik? Dia mempercepat reaksi (kinetik), tapi apakah menjamin produk yang dibentuk stabil (termodinamik)?

    BalasHapus